Senin, 11 Maret 2013

Jess: Review Bioskop Zero Dark Thirty


Sutradara Kathryn Bigelow adalah sutradara perempuan pertama yang merengkuh piala Oscar untuk Sutradara Terbaik. Zero Dark Thirty adalah film kedua yang saya 'baca' setelah Film Terbaik Oscar 2009, "The Hurt Locker". Ada perasaan yang melegakan ketika menonton film yang begitu maskulin disutradarai dan 'diseduh' dengan pergolakan karakter utama perempuan. Secara lugas, film ini dibuka oleh rekaman suara para korban serangan bersejarah 9/11 di Amerika. Terlintas suara Betty Ann Ong seorang pramugari American Airlines Flight 11 yang menghantamkan World Trade Center North Tower. Beberapa suara lain menggambarkan seorang ibu yang menenangkan sang anak dan seorang anak yang menenangkan orang tuanya. 


Zero Dark Thirty (2012) menuturkan perjalanan Maya, seorang pekerja CIA yang baru saja ditugaskan setelah lulus SMA. Tahun 2003, ia berada dalam tugas tunggal yaitu investigasi keberadaan Osama bin Laden, ketua Al-Qaeda yang adalah dalang serangan besar 9/11 yang meremukkan hati Amerika dan dunia. Tidak ada yang lebih memotivasi petugas CIA perempuan daripada penugasan lapangan. Penugasan pertama Maya melibatkan 'menjadi saksi' penyiksaan mental dan fisik tawanan. Ammar, nama tawanan itu. Ammar buka mulut soal Abu Ahmed yang disebutnya sebagai 'kurir' dari Bin Laden. Maya rupanya cerdas dan tidak dapat dikelabuhi dengan informasi sepotong yang dalam peraturan CIA dimaknai sebagai informasi yang menyesatkan. Mengesankan sekali bagi saya memaknai Maya sebagai perempuan yang mengerjakan pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh para pria-pria tercerdas dan terberani di Amerika. Dalam tanggung jawab yang krusial dan 'dipantau seluruh dunia', yaitu melakukan 'the greatest manhunt in the history'; Maya melakukannya dalam jangka waktu yang tidak seorang pun tahu akan berujung di mana. Misinya jelas besar, tingkat frustrasi dan risikonya konstan (dengan video penyiksaan sebanyak itu), begitu membutuhkan fokus dan detail yang kalau bisa zero mistake dan tentu saja keyakinan. Lantas, ketahanan seperti apa yang memacunya? 


Satu kali, sebuah bom teroris 'bermimpi' menghancurkan Marriot Hotel di Islamabad, ia dan sahabat karibnya selamat.

Satu kali, sebuah mobil dengan kaca anti peluru menyelamatkan dirinya. 

Kawan-kawannya berguguran sewaktu mengemban misi. 

Informasi kehilangan informan kunci pun telah sampai ke telinganya.

Satu kali, Maya meyakini Bin Laden berada di Abbotabbad, Pakistan. Seberapa yakin? Seratus persen. Well, 99.9 persen. Pria-pria CIA Officer yang lain? 80 persen. 

Meskipun sempat merasa bahwa film ini adalah peringkat kedua setelah film tentang 'The Hurt Locker', Best Picture Oscar 2009, jika dirunut dan dibaca lagi saya semakin punya pemahaman sendiri soal karakter dan ceritanya sendiri. Film ini memanfaatkan sekitar 20 menit terakhir sebagai puncak dari penyelesaian premis awal yang ditunggu pada dua jam lebih di awal. Sementara, jika melihat ending lima menit terakhir... Saya bisa merasakan mengapa film ini haruslah memilih karakter seorang perempuan bernama Maya dan berperilaku dan berperasaan seperti dia. Terlepas dari argumen mengenai kebenaran ada atau tidaknya tokoh Maya, jalinan data dan rasa yang dibuat oleh sutradara perempuan dan penulis yang juga jurnalis menjadi rapi. Penjalinan makna pun terasa nyata, sangat representatif, tetapi di sisi lain menampilkan sentuhan dramatis yang penuh perasaan. Topik ini terlalu kontroversial untuk memenangkan Film Terbaik? Seharusnya tidak. 

RATE: 9/10

Artikel Ditulis oleh: Jessica Hanafi

Rating: Dewasa (kandungan adegan kekerasan dan penyiksaan)
Untuk mengetahui jadwal nonton film ini, Anda bisa klik di sini